Pohon Mangrove Adalah Jenis Tanaman Yang Dapat Hidup Di Daerah.
Salah Suatu Kinerja Hutan Bakau Teluk Kendari Masa 2013.
Pangan bakau
ataupun disebut kembali
pangan mangrove
adalah alas yang tumbuh di air payau, dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.[1]
Hutan ini bertunas khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan penumpukan bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari terjangan ombak, ataupun di sekeliling muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lunau nan dibawanya dari hulu.[2]
Ekosistem hutan bakau bersifat khusus, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya erosi tanah; salinitas tanahnya nan tinggi; serta mengalami daur penggenangan makanya pasang-surut air laut. Hanya sedikit variasi tumbuhan yang bertahan hidup di tempat sejenis ini, dan tipe-varietas ini lazimnya berkarakter tersendiri hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.[3]
Luas dan penyebaran
[sunting
|
sunting sumur]
Wana bakau menyebar luas di fragmen nan cukup memberahikan di dunia, terutama di sekitar khatulistiwa di daerah tropika dan sedikit di subtropika.
Luas hutan bakau di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 miliun ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997
kerumahtanggaan
Noor dkk, 1999).
Luas bakau di Indonesia mencecah 25 uang berusul total luas mangrove di manjapada. Sekadar sebagian kondisinya paham.[4]
Di Indonesia, hutan mangrove nan luas terdapat di sekitar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-kali besar besar. Yakni di pantai timur Sumatra dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai paksina Jawa, rimba-alas ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap persil.
Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan mangrove yang masih baik terdapat di pesisir barat anak kunci Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 miliun ha, seputar sepertiga berbunga luas hutan bakau Indonesia.
Lingkungan tubuh dan zonasi
[sunting
|
sunting sumur]
Pandangan di atas dan di pangkal air, dekat perakaran tumbuhan bakau,
Rhizophora
sp.
Variasi pohon pangan bakau ini berbeda-cedera, karena bereaksi terhadap jenis (transisi) lingkungan bodi di atas, sehingga menyorongkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan raga tersebut merupakan bak berikut :
Keberagaman tanah
[sunting
|
sunting sumber]
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di rantau bisa lalu berlainan. Yang paling kecil umum adalah hutan bakau tumbuh di atas luluk lempung bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di sejumlah tempat, bulan-bulanan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan suka-suka pula hutan bakau yang tumbuh di atas petak gambut.
Substrat nan tidak adalah lumpur dengan perut kersik halus yang tinggi, atau justru dominan rekahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.
Terpaan ombak
[sunting
|
sunting sumber]
Adegan luar atau adegan depan hutan bakau nan berhadapan dengan laut mangap sering harus mengalami terpaan ombak yang gentur dan aliran air nan kuat. Tidak sebagai halnya fragmen dalamnya yang kian tenang.
Yang sangkil serupa yakni adegan-bagian wana yang bertatap langsung dengan rotasi air sungai, yaitu nan terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di putaran ini bukan begitu tinggi, terutama di bagian-fragmen yang agak jauh berusul estuari. Hutan bakau juga merupakan pelecok suatu perisai alam yang menahan lampias ombak besar.
Penggenangan makanya air pasang
[sunting
|
sunting sumur]
Bagian luar juga mengalami lopak air keling nan paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang termulia sekali dua kali dalam sebulan.
Menghadapi variasi kondisi mileu sebagaimana ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; nan biasanya berlapis-lapis, tiba berbunga adegan terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.
Jenis bakau (Rhizophora
spp.) lazimnya tumbuh di putaran luar (yang besar perut digempur ombak.) Bakau
Rhizophora apiculata
dan
R. mucronata
merecup di atas tanah lumpur. Sementara itu bakau
R. stylosa
dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas ramal berlumpur. Pada fragmen laut yang lebih hening nasib upet hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini.
Di bagian yang kian kerumahtanggaan, yang masih tergenang pasang tinggi, resmi ditemui campuran bakau
R. mucronata
dengan keberagaman-variasi kendeka (Bruguiera
spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-bukan. Padahal di dekat selokan sungai, yang kian batal airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera
spp.).
Pada bagian yang lebih gersang di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus
spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun mungil (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).
Bentuk-rang adaptasi
[sunting
|
sunting sumber]
Menghadapi mileu nan radikal di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi dengan berbagai kaidah. Secara jasad, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan peranti khas untuk bertahan usia. Seperti aneka gambar akar susu dan glandula garam di daun. Namun terserah pula bentuk-bentuk penyesuaian fisiologis.
Tegakan api-jago merah
Avicennia
di riol laut. Perhatikan akar napas nan muncul ke atas selut pantai.
Pohon-pohon bakau (Rhizophora
spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, melebarkan akar tunggang (stilt root) untuk bersikeras dari ganasnya gelombang elektronik. Varietas-jenis api-api (Avicennia
spp.) dan pidada (Sonneratia
spp.) menumbuhkan akar tunggang napas (pneumatophore) yang muncul mulai sejak pekatnya lendut untuk mengambil oksigen dari udara. Pokok kayu kendeka (Bruguiera
spp.) n kepunyaan akar lutut (knee root), sementara pohon-tanaman nirih (Xylocarpus
spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan peledak kerjakan pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan diversifikasi-jenis vegetasi mangrove memiliki
lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.
Lakukan menuntaskan salinitas yang tinggi, api-jago merah mengkhususkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Darurat jenis yang tak, seperti
Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air nan terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% mulai sejak kandungan garam di air laut tak subur melintasi saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di badan tumbuhan, diakumulasikan di daun wreda dan akan terbuang bersama gugurnya daun.
Sreg pihak yang tidak, mengingat sukarnya memperoleh air sia-sia, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di kerumahtanggaan tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika nan panas mendorong tingginya evaporasi. Sejumlah jenis tumbuhan pangan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap latar patera di siang periode terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.
Perkembangbiakan
[sunting
|
sunting sumber]
Adaptasi lain nan utama diperlihatkan dalam hal perkembang biakan keberagaman. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir lain memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan seremonial di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya nan ekstrem, kondisi fisik konkret lumpur dan pasang-surut air laut membentuk angka jarang mempertahankan resep hidupnya.
Hampir semua spesies flora hutan bakau n kepunyaan angka atau buah nan boleh mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengajuk arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang berkarakter vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur semenjak pohon.
Contoh yang paling dikenal kali adalah perkecambahan biji pelir-biji pelir bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah tanaman-tumbuhan ini telah berkecambah dan mengkhususkan akar panjang serupa tombak manakala masih mengelepai lega tangkainya. Ketika tanggal dan ambruk, biji zakar-biji pelir ini dapat sederum menancap di lendut di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan merecup lega bagian lain dari wana. Prospek lain, terbawa sirkuit laut dan melancong ke tempat-bekas jauh.
Biji pelir nipah (Nypa fruticans) sudah unjuk pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara biji kemaluan api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di tanaman, cak agar tidak terbantah berusul sebelah luarnya. Keefektifan-kebaikan ini tak pelak lagi meningkatkan keberuntungan spirit dari momongan-anak semai pohon-tumbuhan itu. Anak asuh semaian semacam ini disebut dengan istilah
propagul.
Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh persebaran dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, malah mungkin memintas laut atau selat bersama himpunan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai menginjak di lokasi nan sekata. Jikalau akan tumbuh menetap, bilang jenis propagul boleh mengubah perbandingan bobot episode-episode tubuhnya, sehingga babak akar tunggang menginjak tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya bakal tersangkut dan menancap di pangkal air dangkal yang berlumpur.
Jenis akar mangrove
[sunting
|
sunting sumber]
Diversifikasi akar susu mangrove cak semau beberapa macam. Sebenarnya, beranekanya jenis akar tunggang yang terwalak di mangrove adalah sebagai sebuah usahanya bakal menghadapi habitatnya (adaptabilitas) berupa substrat lumpur dan kondisi lingkungannya yang selalu terbenam (reaksi anaerob). Flora mangrove, beradaptasi dengan membentuk akar-akar susu istimewa untuk dapat bersemi dengan kuat dan membantu mendapatkan oksigen pecah mega.[5]
Selain ibarat sosi adaptasi, jenis akar mangrove dapat dijadikan sebagai riuk suatu pendirian untuk mengidentifikasi jenis mangrove. Ibarat keterangan, untuk menentukan variasi mangrove, harus diketahui kerangka akar tunjang, tulangtulangan bunga, bentuk tulang daun, lembaga pohon dan beberapa ciri morfologi lainnya. Mangrove mengembangkan struktur perakaran yang khas yang disebut akar tunjang peledak (aerial roots). Akar tunjang udara merupakan akar yang terkena peledak secara langsung, sejauh bilang musim dalam sehari atau bahkan selama hari. Struktur perakaran tersebut adalah pokok yang terdepan untuk membedakan keberagaman mangrove. Banir sebenarnya tidak termasuk akar udara, namun biasa ditemukan bersamaan dengan akar susu udara lainnya dan merupakan salah suatu karakteristik yang terdahulu bakal jenis-jenis mangrove. Beberapa keberagaman mangrove dapat memiliki bermacam ragam diversifikasi bentuk akar udara secara bersamaan.
Rancangan perakaran mangrove, tersebut di asal ini:
- Akar Pasak/Akar Berasimilasi (Pneumatophores). Akar tunjang pantek maujud akar tunjang nan muncul dari sistem akar kabel dan memanjang ke asing ke arah udara seperti pasak. Akar tunggang ini merupakan akar awan yang berbentuk begitu juga pensil maupun kerucut nan menonjol ke atas, terbentuk berasal perluasan akar tunjang yang bersemi secara horisontal. Akar napas ini terwalak pada
Avicennia alba,
Xylocarpus moluccensis
dan
Sonneratia alba. - Akar Dengkul (Knee-Roots). Akar tunggang lutut merupakan modifikasi dari akar kabel nan pada awalnya tumbuh ke sebelah satah substrat kemudian membusar berkiblat ke substrat lagi. Akar ini ialah akar susu horisontal nan berbentuk seperti lutut, terlipat di atas permukaan tanah, meliuk ke atas dan bawah dengan ujung yang membulat di atas meres tanah. Akar lutut sebagai halnya ini terletak pada
Bruguiera cylindrica,
Bruguiera gymnorrhiza
dan
Bruguiera parfivlora. - Akar tunjang (Stilt -Roots). Akar tunggang merupakan akar tunggang (cabang-cabang akar) nan keluar dari batang dan bertunas ke internal substrat. Akar ini merupakan akar gegana nan bersemi di atas permukaan lahan, mencuat bermula batang pohon dan dahan minimum radiks serta ki bertambah ke asing dan menuju ke permukaan lahan. Akar susu ini terdapat pada
Rhizophora apiculata,
Rhizophora mucronata
dan
Rhizophora stylosa. - Akar Papan (Plank-Roots). Akar kusen dempet sama dengan akar tunjang, tetapi akar ini berhanyut-hanyut menjadi bentuk lempeng, mirip struktur silet. Akar tunggang ini juga tumbuh secara horisontal, berbentuk seperti lin di atas satah lahan, bergelombang dan berliku-liku ke arah samping seperti ular bakau. Akar ini terdapat plong
Xylocarpus granatum. - Akar susu Gantung (Aerial-Roots). Akar susu gantung adalah akar susu napas yang tidak bercabang yang muncul dari batang atau cabang fragmen bawah, tetapi biasanya bukan mencecah substrat. Akar gantung terwalak pada
Rhizophora,
Avicennia
dan
Acanthus. - Akar susu Banir (Buttress). Struktur akan seperti papan, memulur secara radial terbit pangkal layon. Akar banir terletak pada
Bruguiera gymnorrhiza,
Ceriops decandra
dan
Heritiera littoralis. - Sonder Akar Udara. Akar susu biasa, tidak berbentuk seperti akar udara, contohnya sreg mangrove jenis
Aegiceras corniculatum,
Lumnitzera racemosa
dan
Xylocarpus rumphii.
Andai coretan, umumnya beberapa diversifikasi mangrove mempunyai suatu atau lebih spesies akar, seperti
Xylocarpus moluccensis.
Konsekusi jenggala bakau
[sunting
|
sunting sumber]
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah konsekusi hutan (forest succession
atau
sere). Hutan bakau merupakan satu contoh suksesi hutan di lahan basah (disebut
hydrosere). Dengan adanya proses konsekusi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.
Konsekusi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) nan dapat berfungsi sebagai substrat rimba bakau. Hingga plong suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.
Tumbuhnya hutan bakau di suatu kancah bersifat merenda lumpur. Tanah kecil-kecil yang dihanyutkan aliran batang air, pasir nan terikat arus laut, segala diversifikasi sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian selut lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan bakau pula semakin meluas.
Lega saatnya babak kerumahtanggaan jenggala bakau akan mulai meringkai dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan tipe-jenis pionir seperti
Avicennia alba
dan
Rhizophora mucronata. Ke putaran ini ikut variasi-diversifikasi hijau seperti
Bruguiera
spp. Maka terbentuklah zona yang baru di bagian belakang.
Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga beratus masa. Darurat zona pionir terus maju dan berekspansi hutan bakau, zona-zona berikutnya lagi bermunculan di bagian pedalaman yang mengering.
Uraian di atas ialah penyederhanaan, dari situasi standard yang sepatutnya ada jauh kian elusif. Karena tidak selalu rimba bakau terus kian luas, bahkan boleh jadi dapat habis karena faktor-faktor alam seperti erosi. Demikian pun munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan.
Di daerah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini bisa tumbuh menjangkit mencapai ketebalan 4 km atau lebih; meskipun puas kebanyakan kurang dari itu.
Kekayaan dunia tumbuhan
[sunting
|
sunting sumber]
Beraneka jenis tanaman dijumpai di hutan bakau. Akan tetapi sahaja selingkung 54 keberagaman terbit 20 genera, anggota dari sekitar 16 tungkai, nan dianggap sebagai diversifikasi-diversifikasi mangrove sejati. Ialah diversifikasi-varietas yang ditemukan nasib terbatas di lingkungan hutan mangrove dan jarang bersemi di luarnya.
Berpunca jenis-diversifikasi itu, selingkung 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia; menjadikan pangan bakau Indonesia laksana nan paling kaya jenis di lingkungan Samudra Hindia dan Pasifik. Besaran keberagaman keseluruhan yang telah diketahui, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 tipe
(Noor dkk, 1999).
Berikut ini ialah daftar suku dan genus mangrove sejati, beserta total jenisnya (dimodifikasi dari Tomlinson, 1986).
Penyusun utama
[sunting
|
sunting sumur]
Tungkai | Genus, jumlah spesies |
---|---|
Acanthaceae (syn.: Avicenniaceae maupun Verbenaceae) |
Avicennia (jago merah-api), 9 |
Combretaceae |
Laguncularia, 11; Lumnitzera (teruntum), 2 |
Arecaceae |
Nypa (nipah), 1 |
Rhizophoraceae |
Bruguiera (kendeka), 6; Ceriops (tengar), 2; Kandelia (berus-berus), 1; Rhizophora (bakau), 8 |
Sonneratiaceae |
Sonneratia (pidada), 5 |
Penyusun minor
[sunting
|
sunting sumber]
Paku laut,
Acrostichum aureum.
Tungkai | Genus, jumlah spesies |
---|---|
Acanthaceae |
Acanthus (jeruju), 1; Bravaisia, 2 |
Bombacaceae | Camptostemon, 2 |
Cyperaceae |
Fimbristylis (purun), 1 |
Euphorbiaceae |
Excoecaria (kayu buta-buta), 2 |
Lythraceae |
Pemphis (cantigi laut), 1 |
Meliaceae |
Xylocarpus (nirih), 2 |
Myrsinaceae |
Aegiceras (kaboa), 2 |
Myrtaceae | Osbornia, 1 |
Pellicieraceae | Pelliciera, 1 |
Plumbaginaceae | Aegialitis, 2 |
Pteridaceae |
Acrostichum (paku laut), 3 |
Rubiaceae | Scyphiphora, 1 |
Sterculiaceae |
Heritiera (dungun)2, 3 |
Fungsi dan manfaat
[sunting
|
sunting mata air]
Terbit segi ekonomi, hutan mangrove menghasilkan beberapa jenis kayu yang berkualitas baik, dan sekali lagi hasil-hasil non-kayu atau nan seremonial disebut dengan Hasil Alas Bukan Papan (HHBK), aktual arang papan; tanin, bahan cat dan kosmetik; serta bahan wana dan minuman. Teragendakan pula di antaranya adalah binatang-hewan nan seremonial ditangkapi seperti biawak air (Varanus salvator), ketam bakau (Scylla serrata), udang lumpur (Thalassina anomala), moluska bakau (Telescopium telescopium), serta bermacam rupa jenis lauk belodok.
Manfaat yang makin penting bersumber hutan bakau yakni arti ekologisnya umpama penaung pantai, habitat berbagai spesies hewan, dan kancah pembesaran (nursery ground) banyak diversifikasi ikan laut.
Salah satu fungsi utama hutan bakau adalah untuk melindungi garis pantai dari erosi alias pengikisan, serta meredam gelombang elektronik besar termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi dampak gertakan tsunami adalah dengan membangun
green belt
maupun sabuk plonco riil hutan mangrove. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28 wilayah dikategorikan rawan terkena tsunami karena wana bakaunya sudah banyak beralih fungsi menjadi tebat, huma kelapa sawit dan alih keistimewaan enggak.[6]
Kata sandang terkait
[sunting
|
sunting sumber]
Margasatwa hutan bakau.
Rujukan
[sunting
|
sunting sumber]
- Anwar, J., S.J. Damanik, Horizon. Hisyam, dan A. Whitten. 1984.
Ekologi Ekosistem Sumatra. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta. - Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999.
Panduan Alas kata Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor. - Tomlinson, P. B., 1986:
The Botany of Mangroves, Cambridge University Press.
Catatan tungkai
[sunting
|
sunting mata air]
-
^
“Rimba Bakau Punya Kurnia Banyak Untuk Jiwa – Suarapalu.com”. Diarsipkan berpunca versi bersih tanggal 2020-06-12. Diakses sungkap
12 Juni
2020.
-
^
“Save Our Sea: Melestarikan Mangrove, Mencegah Pengikisan Rantau”. Diakses copot
12 Juni
2020.
-
^
“media.neliti.com”
(PDF)
. Diakses tanggal
12 Juni
2020.
-
^
Ronaldo Versus Birokrasi Manajemen Hutan Mangrove Yang Lamban -
^
https://mangrovemagz.com/2017/03/03/sapta-tipe-akar-mangrove-yang-wajib-engkau-ketahui/ -
^
Ronaldo Versus Birokrasi Pengelolaan Wana Mangrove Yang Lamban
Referensi
[sunting
|
sunting sumur]
- Saenger, Peter (2002).
Mangrove Ecology, Silviculture, and Conservation. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht. ISBN 1-4020-0686-1. - Hogarth, Peter J. (1999).
The Biology of Mangroves. Oxford University Press, Oxford. ISBN 0-19-850222-2. - Thanikaimoni, Ganapathi (1986).
Mangrove Palynology
UNDP/UNESCO and the French Institute of Pondicherry, ISSN 0073-8336 (E). - Tomlinson, Philip B. (1986).
The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, Cambridge, ISBN 0-521-25567-8. - Teas, H. J. (1983).
Biology and Ecology of Mangroves. W. Junk Publishers, The Hague. ISBN 90-6193-948-8. - Plaziat, J.C., et al. (2001). “History and biogeography of the mangrove ecosystem, based on a critical reassessment of the paleontological record”.
Wetlands Ecology and Management
9 (3): pp. 161–179. - Sato, Gordon; Riley, Robert; et al. Growing Mangroves With The Potential For Relieving Regional Poverty And Hunger WETLANDS, Vol. 25, No. 3 – September 2005
- Jayatissa, L. P., Dahdouh-Guebas, F. & Koedam, N. (2002). “A review of the floral composition and distribution of mangroves in Sri Lanka”.
Botanical Journal of the Linnean Society
138: 29–43. - Warne, K. (February 2007). “Forests of the Tide”.
National Geographic
pp. 132–151 - Aaron M. Ellison (2000) “Mangrove Restoration: Do We Know Enough?” Restoration Ecology 8 (3), 219–229 DOI:10.1046/j.1526-100x.2000.80033.x
- Agrawala, Shardul; Hagestad; Marca; Koshy, Kayathu; Ota, Tomoko; Prasad, Biman; Risbey, James; Smith, Joel; Van Aalst, Maarten. 2003. Development and Climate Change in Fiji: Focus on Coastal Mangroves. Organisation of Economic Co-operation and Development, Paris, Cedex 16, France.
- Barbier, E.B., Sathirathai, S., 2001. Valuing Mangrove Conservation in Southern Thailand. Contemporary Economic Policy. 19 (2) 109–122.
- Bosire, J.O., Dahdouh-Guebas, F., Jayatissa, L.P., Koedam, Tepi langit., Lo Seen, D., Nitto, Di D. 2005. How Effective were Mangroves as a Defense Against the Recent Tsunami? Current Biology Vol. 15 R443-R447.
- Bowen, Jennifer L., Valiela, Ivan, York, Joanna K. 2001. Mangrove Forests: One of the World’s Threatened Major Tropical Environments. Bio Science 51:10, 807–815.
- Jin-Eong, Ong. 2004. The Ecology of Mangrove Conservation and Management. Hydrobiologia. 295:1-3, 343–351.
- Glenn, C. R. 2006. “Earth’s Endangered Creatures” (Online). Accessed 4/28/2008 at http://earthsendangered.com.
- Lewis, Roy R. III. 2004. Ecological Engineering for Successful Management and Restoration of Mangrove Forest. Ecological Engineering. 24:4, 403–418.
- Kuenzer, C., Bluemel A., Gebhardt, S., Vo Quoc, Ufuk., and S. Dech. 2011. “Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review”.
Remote Sensing
3: 878-928; doi:10.3390/rs3050878 - Lucien-Brun H. 1997. Evolution of world shrimp production: Fisheries and aquaculture. World Aquaculture. 28:21–33.
- Twilley, R. R., V.H. Rivera-Monroy, E. Medina, A. Nyman, J. Foret, Kaki langit. Mallach, and L. Botero. 2000. Patterns of forest development in mangroves along the San Juan River estuary, Venezuela. Forest Ecology and Management.
- Murray, M.R., Zisman, S.A., Furley, P.A., Munro, D.M., Gibson, J., Ratter, J., Bridgewater, S., Mity, C.D., and C.J. Place. 2003. “The Mangroves of Belize: Part 1. Distribution, Composition and Classification.”
Forest Ecology and Management
174: 265–279 - Cherrington, E.A., Hernandez, B.E., Trejos, Tepi langit.A., Smith, Ozon.A., Anderson, E.R., Flores, A.I., and B.C. Garcia. 2010. “Identification of Threatened and Resilient Mangroves in the Belize Barrier Reef System.” Technical report to the World Wildlife Fund. Water Center for the Humid Tropics of Latin America and the Caribbean (CATHALAC) / Regional Visualization & Monitoring System (SERVIR). 28 pp. http://maps.cathalac.org/Downloads/data/bz/bz_mangroves_1980-2010_highres.pdf Diarsipkan 2011-07-25 di Wayback Machine.
- Vo Quoc, Horizon., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F., and N. Oppelt, 2012. “Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services”.
Journal of Ecological Indicators, 23: 431-446 - Vreugdenhil, D., Meerman, J., Meyrat, A., Gómez, L.D., and D.J. Graham. 2002. “Map of the Ecosystems of Central America: Final Report.” World Bank, Washington, DC. 56 pp.
Referensi lanjutan
[sunting
|
sunting sendang]
- Hamilton, S. (2013)
Assessing the Role of Commercial Aquaculture in Displacing Mangrove Forest.
Bulletin of Marine Science 89(2): 585-601. - Spalding, Mark; Kainuma, Mami and Collins, Lorna (2010)
World Atlas of Mangroves
Earthscan, London, ISBN 978-1-84407-657-4; 60 maps showing world-wide mangrove distribution - Massó i Alemán, S., C. Bourgeois, W. Appeltans, B. Vanhoorne, N. De Hauwere, P. Stoffelen, A. Heaghebaert & F. Dahdouh-Guebas, 2010.
The ‘Mangrove Reference Database and Herbarium’.
Plant Ecology and Evolution 143(2): 225-232. - Vo Quoc, T., Oppelt, T., Leinenkugel, P. & Kuenzer, C., 2013.
Remote Sensing in Mapping Mangrove Ecosystems – An Object-based Approach.
Remote Sensing 5(1): 183-201. - Vo Quoc, T., Kuenzer, C., Vo Quang, M., Moder, F. & Oppelt, Ufuk., 2012.
Review of Valuation Methods for Mangrove Ecosystem Services.
Journal of Ecological Indicators 23: 431-446. - Kuenzer, C., Bluemel, A., Gebhardt, S., Vo Quoc, Lengkung langit. & Dech, S., 2011.
Remote Sensing of Mangrove Ecosystems: A Review.
Remote Sensing 3(5): 787-928.
Pranala luar
[sunting
|
sunting sumber]
Wikimedia Commons memiliki sarana mengenai
Mangrove
.
- Mangroves- At the Smithsonian Ocean Portal
- Fisheries Western Australia – Mangroves Fact Sheet
- Rhizophoraceae di Curlie (dari DMOZ)
- Mangrove forests di Curlie (bermula DMOZ)
- In May 2011, the VOA Special English service of the Voibce Bolfi Mancrav bari o aadac aesgtl laa 1u5a- maignouetWel yphrIo.gram on mangrove forests. A transcript and MP3 of the program, intended for English learners, can be found at Mangrove Forests Could Be a Big Player in Carbon Trading
-
(Inggris)
The story of the UNESCO Mangrove Programme -
(Inggris)
WWF article about the mangrove biome -
(Inggris)
East African Mangroves -
(Inggris)
Large mangrove website -
(Inggris)
www.mangroveboard.com Mangrove Board - Balai Mangrove Bali – Auditorium Manajemen Pangan Mangrove Daerah I, informasi aktivitas pelatihan dan pengelolaan hutan mangrove di provinsi kerja BPHM Wilayah I.
-
(Inggris)
Mendunia Mangrove database and Information System (GLOMIS)
Pohon Mangrove Adalah Jenis Tanaman Yang Dapat Hidup Di Daerah
Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau